Penumpasan Nabi Palsu Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Di susun oleh :
1.
Ainun Najib (2)
2.
Alvin Nur I. (5)
3.
M. Hikam Naja (14)
4.
Nur Aini W. (22)
Madrasah Aliyah Negeri Lamongan
Tahun pelajaran 2014/2015
Penumpasan Nabi Palsu Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada tahun kesepuluh Hijriah,
Nabi Muhammad SAW menerima surat dari seseorang yang mengaku jadi nabi. Namanya
Musailamah bin Habib, petinggi Bani Hanifah, salah satu suku Arab yang
menguasai hampir seluruh kawasan Yamamah (sekarang sekitar Al-Riyad). Dalam
suratnya, Musailamah berujar: “Dari Musailamah, utusan Allah, untuk Muhammad,
utusan Allah. Saya adalah partner Anda dalam kenabian. Separuh bumi semestinya
menjadi wilayah kekuasaanku, dan separuhnya yang lain kekuasaanmu….”
Seperti dituturkan ahli tafsir
dan sejarawan muslim terkemuka pada abad ketiga Hijriah, Imam Ibn Jarir
Al-Tabari (838-923), dalam kitabnya Tarikh al-Rusul wa al-Muluk (Sejarah
Para Rasul dan Raja) atau yang dikenal sebagai Tarikh al-Tabari,
Musailamah bukanlah sosok yang sepenuhnya asing bagi Nabi. Beberapa bulan
sebelum berkirim surat, Musailamah ikut dalam delegasi dari Yamamah yang
menemui beliau di Madinah dan bersaksi atas kerasulannya. Delegasi inilah yang
kemudian membawa Islam ke wilayah asal mereka dan membangun masjid di sana.
Menerima surat dari Musailamah
yang mengaku nabi, Rasul tidak lantas memaksanya menyatakan diri keluar dari
Islam dan mendirikan agama baru, apalagi memeranginya. Padahal gampang saja
kalau beliau mau, karena saat itu kekuatan kaum muslim di Madinah nyaris tak
tertandingi. Mekah saja, yang tadinya menjadi markas para musuh bebuyutan Nabi,
jatuh ke pelukan Islam. Yang dilakukan Rasul hanyalah mengirim surat balasan ke
Musailamah: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Pengasih. Dari Muhammad,
utusan Allah, ke Musailamah sang pendusta (al-kazzab). Bumi seluruhnya
milik Allah. Allah menganugerahkannya kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Keselamatan hanyalah bagi mereka yang berada di jalan yang lurus.” Rasul
menempuh dakwah dengan cara persuasi dan bukan cara kekerasan. Musailamah
memang dikutuk sebagai al-Kazzab, tapi keberadaannya tidak
dimusnahkan.
Namun, setelah Nabi wafat,mereka
(nabi palsu) semakin membuat kekacauan. Umat Islam yang masih sedih karena
ditinggal pemimpinnya berada dalam ancaman disintegrasi. Sejumlah suku Arab
menyatakan memisahkan diri dari komunitas Islam di bawah pimpinan khalifah
pertama, Abu Bakr al-Shiddiq. Sebagian dari mereka mengangkat nabi baru sebagai
pemimpin untuk kelompok mereka sendiri. Musailamah dan sejumlah nabi palsu
lain, seperti Al-Aswad dari Yaman dan Tulaikhah bin Khuwailid dari Bani As’ad,
menyatakan menolak membayar zakat, suatu tindakan yang pada masa itu
melambangkan pembangkangan terhadap pemerintah pusat di Madinah. Abu Bakr lalu
melancarkan ekspedisi militer untuk menumpas gerakan pemurtadan oleh para nabi
palsu tersebut, yang menurut dia telah merongrong kedaulatan khalifah dan
membahayakan kesatuan umat. Perang Abu Bakr ini dikenal sebagai “perang melawan
kemurtadan (hurub al-ridda).”
a. Penumpasan Musailamah Al Kadzab
musailamah al khadzab lahir dari bani
hanifah, salah satu suku terbesar di jazirah Arab yang terletak di Yamamah.
Berdasarkan temuan sejarah ia telah membangun Yamamah sebelum hijrahnya Nabi
Muhammad ke Madinah. Setelah tersebarnya islam di jazirah Arab kemudian ia
menyatakan diri sebagai muslim, dan membangun sebuah masjid di Yamamah.
Ia mempelajari ilmu sihir dan menyatakan
sebagai mukjizat. Melalui kemampuan sihirnya ia dapat membuat orang-orang
percaya bahwa ia adalah seorang nabi. Ia juga menyatakan bahwa ia juga
memperoleh wahyu dan berbagi wahyu dengan nabi Muhammad, bahkan di menyebut
dirinya sebagai rahman. Setelah itu, beberapa orang menerimanya sebagai nabi
bersama dengan Nabi Muhammad. Perlahan-lahan pengaruh dan
wewenang Musailamah meningkat terhadap orang-orang dari sukunya. Setelah itu
Musailamah berusaha menghapuskan kewajiban untuk melaksanakan salat serta memberikan kebebasan untuk melakukan seks
bebas dan konsumsi Alkohol. Ia juga
kemudian menyatakan sebagai utusan Allah bersama dengan Nabi Muhammad, dan
menyusun ayat-ayat, yang dinyatakan sebagai tandingan ayat Alquran. Sebagian
besar ayat-ayat buatan Musailamah memuji keunggulan sukunya, Bani Hanifah, atas
Bani Quraisy.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Musailamah kemudian
menyatakan perang kepada Khalifah Abu Bakar. Para perwira senior
tersebut dengan integritas tinggi memobilisasi pasukannya menuju tiap-tiap
target sasaran yang ditentukan. Mereka bergerak maju dengan membawa surat
ultimatum atas kaum murtad, memperingatkan dengan tegas untuk kembali ke jalan
Islam. Apabila seruan ini diabaikan, akan dihabisi nyawanya. Salah
satu target operasi yang menjadi skala prioritas adalah Musailamah Al-Kadzdzab,
si nabi palsu. Agresi militer kembali meletus. Perang yang dipimpin oleh
Ikrimah bin Abu Jahal radhiyallaahu ‘anhu dan Syarahbil bin
Hasanah radhiyallaahu ‘anhu gagal menjalankan operasi taktis.
Kekuatan Bani Hanifah masih di atas
angin karena diperkuat jumlah personil yang sangat banyak.
kejadian
tragis ini membuat Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu mengirim
pasukan di bawah komando panglima Khalid bin Al-Walid radhiyallaahu
‘anhu yang berjumlah 11.000 prajurit dari kaum Anshar dan juga Muhajirin.
Bagian depan dipimpin oleh Syurahbil bin Hasanah radhiyallaahu ‘anhu,
sayap kanan di bawah komando Abu Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu,
sayap kiri diatur oleh Zaid bin Al-Khatthabradhiyallaahu ‘anhu, dan
resimen berkuda dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhuma.
Demikian pula ditentukan para komandan bagi pasukan perintis, satuan penembak,
badan intelijen, serta pemegang panji perang. Abu Bakar radhiyallaahu
‘anhu mengomentari korps perwira tersebut, “Demi Allah, aku akan
perangi mereka dengan para pejuang militan yang mencintai kematian sebagaimana
musuh mencintai kehidupan.”
Perlahan,
armada Islam mulai bertolak meninggalkan markasnya menuju Yamamah. Para
mujahidin segera membangun kamp pertahanan di wilayah perbatasan. Sebelumnya,
40 prajurit dari resimen berkuda musuh melakukan penyusupan di malam hari.
Namun misi rahasia ini dapat digagalkan oleh tim perintis gabungan. Para prajurit
musuh selanjutnya dibunuh kecuali Mujja’ah pimpinan mereka, karena dia ahli
strategi perang. Musuh mempersiapkan bala tentara sebanyak 100.000 prajurit.
Sayap kanan dipimpin Muhakkim bin At-Thufail, adapun sayap kiri diatur oleh
Ar-Rajjal. Aliansi bersenjata yang sarat dengan keangkuhan. Di saat kedua
armada perang saling berhadapan, Musailamah berkata di depan pasukannya, “Hari
ini adalah hari penentuan. Jika kalian tumbang, maka istri kalian akan dinikahi
dan ditawan oleh mereka. Karenanya, bertempurlah untuk mempertahankan harga
diri dan wanita kalian!”
Pertempuran di
Yamamah mulai berkecamuk. Hanya ada dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Banyak
korban berjatuhan dari kedua kubu. Disaat itulah pasukan Islam terpukul mundur
hingga musuh berhasil memasuki tenda Khalid . Musuh hampir membunuh istri
beliau, namun dapat dicegah oleh Mujja’ah. Konon, Ar-Rajjal tewas pada
peristiwa itu.
Para prajurit
Islam saling mewasiatkan agar gigih dalam berperang. Disadari, hidup di dunia
hanyalah sementara dan menyeru, “Wahai para penghafal surat Al-Baqarah, hari
ini kekuatan sihir akan hancur!”. Tsabit bin Qais radhiyallaahu ‘anhu segera
mengenakan kain kafan dengan wewangian, lalu membenamkan kedua kakinya ke tanah
hingga sampai betisnya, dan tetap tegar tak bergeming mengibarkan panji Anshar
hingga akhirnya terbunuh.
Khalid radhiyallaahu
‘anhu sendiri maju menyerang dan menantang perang tanding di tengah
barisan. Setiap kali ada prajurit yang berani maju, pasti akan dipenggal
lehernya. Bersamaan dengan itu, beliau melakukan alih posisi pasukan untuk
memperbesar daya tempur dengan memisah-misahkan divisi Muhajirin, Anshar, dan
kabilah lainnya. Pemetaan kekuatan telah dilakukan. Keadaan berbalik dikala
formasi menjadi solid. Saatnya membalas serangan musuh. Para mujahidin dengan
kekuatan penuh terus maju menggoyahkan barisan musuh. Saat itulah, Muhakkim tewas terbunuh
terkena anak panah runcing tepat di lehernya. Musuh terdesak dan masuk ke dalam
kebun yang bertembok bagian luarnya, lalu mengunci pintunya dari dalam. Pengepungan
pun langsung dilakukan. Selanjutnya, Al-Barra’ bin Malik radhiyallaahu
‘anhu meminta untuk dilemparkan ke arah kebun itu. Milisi militan
Islam menaruhnya diatas tameng besi lalu dilempar bersama-sama ke dalam kebun.
Lantas beliau bertempur bagai hulu ledak eksplosif hingga berhasil membuka
pintunya. Beliau mendapat 80 luka serius dalam peperangan ini. Tak mau kalah,
mujahidah bernama Nusaibah binti Ka’ab radhiyallaahu ‘anha ‒ibunda
Habib yang dibunuh Musailamah‒ bertempur dengan keberanian, hingga terputus
tangannya, menderita 12 luka akibat tebasan pedang dan hunjaman tombak.
Akhirnya para pejuang diiringi pekikan takbir berhasil memasuki kebun, sambil
menebas leher-leher musuh dengan leluasa.
Musailamah
saat itu tengah berdiri dengan pedang terhunus di sudut pagar. Dengan segera
Wahsyi bin Harb radhiyallaahu ‘anhu melemparkan tombak
kecilnya, menghunjam tepat di dadanya langsung tembus ke belakang. Secepat
kilat Abu Dujanah radhiyallaahu ‘anhumengayunkan pedangnya hingga
Musailamah jatuh terjerembab ke tanah. Nabi palsu ini tewas pada usia 150 tahun
pada tahun 12 H/633 M
Akhirnya
musuh mengalami kekalahan telak dan bertekuk lutut. Jumlah pasukan musuh yang
terbunuh pada perang ini sebanyak 10.000 prajurit. Adapun jumlah pasukan Islam
yang gugur sebanyak 600 tentara, diantaranya adalah 70 penghafal Al-Qur’an dari
kalangan sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Di
malam hari, kaum muslimin mengubur jenazah para pejuang. Adapun mayat
Musailamah, mereka lempar ke dasar sumur yang dia minum darinya. Abu
Bakar radhiyallaahu ‘anhu sendiri sujud syukur dikala
mendengar kabar tewasnya Musailamah. Keesokan hari, Khalid menginstruksikan
untuk bersiap diri mengepung dan menyerbu benteng musuh. Hanya saja beliau
berhasil dikelabui Mujja’ah dengan menyatakan bahwa benteng itu dipenuhi oleh
para prajurit, lalu menyarankan untuk mengikat perdamaian. Khalid melihat
seluruh sisi atas benteng dipenuhi manusia yang memakai baju besi dengan
menyandang senjata yang tengah mengintip. Di sisi lain, beliau mendapati pasukan
Islam didera keletihan. Akhirnya beliau memilih untuk berdamai. Gencatan
senjata diberlakukan. Setelahnya para pejuang Islam mendapati benteng tersebut
hanya dihuni oleh para wanita, orang tua renta, dan anak-anak. Akhirnya,
Khalid radhiyallaahu ‘anhu mengajak mereka untuk masuk Islam.
Ternyata seluruhnya menerima tawaran itu dan mau kembali ke jalan yang benar
b. Penumpasan Sajaah Tamimiyah
Sajjah binti al-Harits bin
Suwaid bin Aqfan at-Tamimiyah satu-satunya nabi palsu yang wanita, dari Bani
Tamim. Salah seorang tokoh dukun dari bani Tamim yang mengaku sebagai
"Nabi" pada zaman Abu Bakr As-Shidq, tokoh lainnya yang mengikuti
Sajjah adalah Malik bin Nuwairah. Bersamaan dengan munculnya nabi palsu Sajjah,
muncul pula Musailamah al-Kazzab dari Yamamah. Kalau pada awalnya antara Sajjah
dan Musailamah memperebutkan posisi Nabi palsu bahkan berlawanan, akhirnya
mereka bekerjasama bahkan kawin. Iya, Sajjah adalah istrinya Musailamah yang
juga nabi palsu di zaman itu. Malik bin Nuwairah sebagai panglima pasukan Sajjah,
menghadapi Khalid bin Walid di Wadi al-Battah, ditempat mana Malik bin Nuwairah
dapat ditangkap dan akhirnya terbunuh.
Sedangkan pasukan Musaimalah al-Kazzab bertambah kuat dengan bergabungnya pasukan Sajjah (kolaborasi dua nabi palsu), mencapai jumlah 40.000 pasukan. Sedangkan pasukan Islam dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal (yang masuk Islam setelah Fathu Mekah), namun sayang pasukan Islam Ikrimah dapat dikalahkan oleh Musailamah al-Kazzab, sehingga Khalifah Abu Bakar di Madinah memerintahkan Khalid bin Walid untuk melanjutkan memimpin pasukan untuk menggempur Musailamah.
Khalid bin Walid mengerakkan pasukannya menuju Wadi al-Aqraba, ditempat ini terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat antara kedua belah pihak, begitu dahsyatnya peretempuran ini sehingga kekuatan Islam mengalami tekanan. Menghadapi keadaan tersebut Khalid bin Walid melakukan tipu muslihat, seakan-akan pasukan Islam mundur, sehingga pasukan Musailamah maju untuk mengumpulkan harta rampasan. Pada saat pasukan Musailamah sibuk mengumpulkan harta rampasan, Khalid dan pasukannya dengan gerakan kilat, kembali menyerang pasukan Musailamah, sehingga dapat menghancurkann mereka dan sisanya melarikan diri kedalam kota benteng al-Hadiqat. Benteng ini memiliki dinding-dinding yang kukuh dan sukar ditembusi. Setelah beberapa waktu dikepung, akhirnya benteng al-Hadiqat dapat ditembusi, dan terjadilah perang yang sangat mengerikan didalam benteng ini, mereka yang tidak kembali kepada Islam dibunuh, sehingga benteng ”Hadiqaturrrahman” (Taman kenikmatan) berubah menjadi ”Hadiqatul maut” (Taman kematian), termasuk Nabi palsu Musailamah al-Kazzab tersebut. Diperkirakan dalam peperangan ini terbunuh 12.000 pasukan Musailamah dan 600 pasukan Islam, sebahagian besarnya sahabat penghafal Al-Qur’an, yang menyebabkan khawatirnya Umar terhadap keberlangsungan terpeliharanya Al-Qur’an melalui hafalan dan cacatan wahyu para Sahabat. Setelah Musailamah terbunuh, Saj’ah melarikan diri ke Irak kemudian masuk Islam dan mati dalam keadaan Islam.
c. Penumpasan Aswad Al-Ansi
Abhalah
bin Ka’ab bin Auf al-Ansi al Madzhiji , seorang dukun dari Yaman. Dia memiliki
700 personil yang dipersenjatai. Sebelumnya dia pernah menuliskan surat kepada
perwakilan Nabi yang berisi, “Wahai orang-orang yang menjajah kami, kembalikan
kepada kami harta yang telah kalian ambil dari hasil tanah kami, kembalikan apa
yang kalian kumpulkan, sebab kami lebih berhak untuk memilikinya, dan kalian
tetap sebagaimana biasa dengan apa yang kalian miliki.”
Setelah
itu dia berjalan menuju Najran dan menaklukkannya dalam sepuluh malam. Kemudian
dia melanjutkan lagi perjalanannya ke Shan’a. Di sana dia berhadapan dengan
Syahr bin Bazan yang mengajaknya untuk perang tanding, akhirnya perkelahian
terjadi dan Aswad berhasil membunuh Syahr sekaligus melumpuhkan pasukannya.
Sejak itu dia menjajah negeri Shan’a, setelah 25 malam keluar dari tempatnya,
maka Mu’adz bin Jabal melarikan diri dari tempat itu dan menemui Abu Musa
al-Asy’ari, maka keduanya berangkat menuju Hadramaut dan menemui salah seorang
perwakilan Rasulullah saw. di sana yang bernama Thahir bin Abi Halah, maka
segera Amru bin Hazm147 dan Khalid bin Sa’id bin al-Ash kembali ke Madinah,
dengan itu maka seluruh Yaman dikuasai oleh Aswad al-Ansi, dan kejahatan yang
dilakukannya telah tersebar ke mana-mana.
Jumlah
pasukannya ketika berhadapan dengan Syahr sebanyak 700 pasukan berkuda, di
antaranya adalah panglimanya, Qais bin Abd Yaghuts, Muawiyah bin Qais, Yazid
bin Muharram, Yazid bin Husain al-Haritsi148 dan Yazid bin al-Afkal al-Azdi.
Kerajaannya menjadi kuat, dan semakin sulit ditaklukkan, sejak itu banyak
penduduk Yaman yang murtad.
Kaum
muslimin yang tinggal di sana berusaha bergaul dengan mereka dengan cara taqiyyah,
dan di antaranya adalah gubernur untuk wilayah Maz-haj yaitu Amru
bin Ma’di Karib. Masalah ketentaraan diserahkan kepada Qais bin Abd Yaghuts,
dan urusan anak-anak jajahan Persia diserahkan kepada Fairuz ad- Dailami dan
Dadzawaih. Dia menikahi istri Syahr bin Bazan yang merupakan sepupu dari Fairuz
ad-Dailami yang bernama Azadz, istrinya adalah seorang wanita yang baik dan
cantik. Di samping itu ia adalah seorang wanita yang beriman kepada Allah dan
RasulNya Muhammad saw, dan termasuk dari wanita yang shalihah.
Saif bin
Umar at-Tamimi berkata, Ketika sampai kepada Rasulullah saw. SH berita Aswad
al-Ansi yang dibawa oleh Wabar bin Yunanis ad-Dailamim maka Rasulullah saw.
mengirim surat ke Yaman, dalam surat tersebut Rasulullah saw. memerintahkan
kaum mulimin di Yaman agar membunuh Aswad al-‘Ansi, maka Mu’adz bin Jabal
berusaha melaksanakan perintah ini sebaik-baiknya. Sebelumnya Mu’adz telah
menikahi seorang wanita dari as-Sakun yang bernama Ramlah, dengan pernikahan
itu maka orang as-Sakun menjadi setia terhadap Mu’adz disebabkan hubungan
pernikahan dengan puteri mereka. Maka mereka menyampaikan surat Rasulullah saw.
ini kepada perwakilan Nabi dan kepada siapa saja yang dapat disampaikan.
Akhirnya mereka sepakat untuk bergabung bersama Qais bin Abd Yaghuts panglima
tentara Aswad- yang telah membelot disebabkan perbuatan Aswad yang
menghinakannya, memarahinya bahkan nyaris membunuhnya, demikian juga mereka
bersepakat dengan Fairuz dan Dadzawaih.
Ketika
Wabar bin Yuhannis memberitakan surat Nabi kepada Qais bin Abd Yaguts, yaitu
Qais bin Maksyuh, seolah-olah dia menerima berita dari langit, maka mereka
sepakat untuk membinasakan Aswad, dengan dukungan seluruh kaum muslimin.
Tatkala mereka sepakat merahasiakannya, maka Setan al-Aswad memberitakan kabar
ini kepada al-Aswad, maka segera Aswad memanggil Qais bin Maksyuh dan berkata, “Wahai
Qais apa yang telah dikatakan oleh pembisikku?” Qais bertanya, “Apa yang
dikatakannya?” al-Aswad menjawab, “Dia berkata padaku, Engkau telah memuliakan
Qais hingga kini kedudukannya sama sepertimu, namun dia cenderung menjadi
musuhmu, dan berusaha merebut kerajaanmu, sambil menyembunyikan di dalam
hatinya niat untuk membunuhmu!”
Dia
berkata, “Wahai Aswad betapa pilu nasibmu maka rebutlah kekuasaan dari Qais dan
bunuhlah dia, jika tidak maka dia akan merebut kekuasaanmu!” Maka Qais berkata
sambil bersumpah, “Dia telah berbohong demi Dzi Himar sesungguhnya engkau di
mataku sangat mulia dan lebih agung dari apa-apa yang aku sembunyikan dalam
diriku!” Maka al-Aswad berkata padanya, “Alangkah beraninya dirimu? Bagaimana
engkau mengatakan malaikat yang membisikkan padaku berbohong?
Padahal
malaikatku jujur, dan aku tahu sekarang bahwa dirimu telah taubat berdasarkan
pengelihatan mata hatiku terhadap dirimu.” Setelah itu Qais keluar dari sisinya
dan datang kepada teman-temannya, yakni Fairuz dan Dadzawaih, dan menceritakan
apa yang terjadi antara dirinya dan al- Aswad. Mereka berkata, “Kita harus
berhati-hati, apa rencana selanjutnya?”
Tatkala
mereka sedang berunding tiba-tiba mereka dipanggil utusan al-Aswad untuk segera
menemuinya. Al-Aswad berkata, “Bukankah kalian telah aku muliakan dari kaum
kalian?” Mereka menjawab, “Ya!” Kemudian dia melanjutkan, “Apa yang telah aku
dengar dari kalian?” Mereka menjawab, “Maafkan kami kali ini!” Al-Aswad
berkata, “Jangan sampai terdengar sekali lagi tentang perbuatan kalian hingga
aku tidak akan maafkan kalian!” Qais berkata, “Maka kami keluar dari hadapannya
dalam keadaan gerak-gerik kami dimata-matai. Kami benar-benar dalam bahaya.
Dalam kondisi demikian maka kami menerima surat-surat dari dari Amir bin Syahr
pemimpin wilayah Hamdan, pemimpin Dzi Zhulaim, Dzi Kalaa’ dan gubernur \ aman
lainnya yang isinya siap tunduk dan patuh dalam membantu kami untuk menentang
al-Aswad.
Disebabkan
surat Rasulullah saw. yang sampai kepada mereka yang berisi perintah membunuh
al-Aswad al-‘Ansi, maka kami balas surat mereka yang isinya, “Jangan berbuat
hal-hal yang mencurigakan terlebih dahulu hingga kami perintahkan.”
Qais
berkata, “Aku masuk ke rumah istri al-Aswad, Azadz dan berkata, Wahai puteri
pamanku, engkau telah mengetahui kejahatan lelaki ini pada kaummu, dia telah
membunuh suamimu, dan membunuh banyak kaummu, dia suka melecehkan kaum wanita.
Apakah engkau punya niat untuk membalas sakit hatimu padanya?” Dia bertanya,
“Apa yang bisa aku lakukan?” Kukatakan padanya, “Usir dia keluar!” la berkata,
“Atau kita bunuh saja?” Kukatakan, “Ya!” la berkata, “Demi Allah tidak pernah
aku membenci seseorang lebih dari benciku kepadanya, dia tidak pernah
sedikitpun menunaikan kewajibannya kepada Allah dan tidak pula mau mencegah
dirinya dari hal-hal yang diharamkan Allah. Jika kalian telah siap maka
beritahukan aku, aku akan beri petunjuk kepada kalian mengenai masalah ini!”
Aku keluar menemui Fairuz dan Dadzawaih yang sedang menunggu. Mereka ingin
segera melaksanakan niat mereka, ketika mereka berkumpul tiba-tiba al-Aswad
memanggil Qais untuk menghadapnya, segera Qais masuk membawa sepuluh orang dari
kaumnya. Al-Aswad berkata, “Bukankah aku telah menyampaikan kebenaran kepadamu
sementara engkau menyampaikan kebohongan kepadaku?” Pembisikku mengatakan,
“Alangkah jelek nasibmu alangkah jelek nasibmu! Jika engkau tidak segera
memotong tangán Qais maka dia akan memotong lehermu!” Ketika itu Qais telah
pasrah dan menganggap dirinya pasti akan terbunuh. Namun Qais menjawab, “Itu
tidak benar, bagaimana mungkin hal itu aku lakukan sebab engkau adalah Rasul
utusan Allah, maka jika engkau bunuh aku itu lebih aku sukai daripada
kematian-kematian yang aku rasakan setiap hari!” Maka al-Aswad merasa iba
padanya dan menyuruhnya keluar.
Qais
keluar menemui rekan-rekannya dan berkata, “Sekarang mari kita mulai bekerja,
ketika mereka sedang berdiam di pintu dan bermusyawarah, tiba-tiba al- Aswad
keluar menemui mereka sementara telah dikumpulkan untuknya 100 ekor hewan
berupa lembu maupun unta. Dia berdiri membuat satu garis, dengan tidak
melangkahi garis dia mulai menyembelih unta-unta dan hewan-hewan tersebut
dengan buasnya, hingga hewan-hewan itu binasa. Qais berkata, “Aku tidak pernah
melihat suatu perkara yang lebih men-jijikkan daripada hari ini, tidak pernah
aku temui suatu hari yang lebih buas daripada hari ini.” Tiba-tiba al-Aswad
berkata, “Apakah benar yang aku dengar tentangmu hai Fairuz? Sesungguhnya aku
ingin menyembelihmu sebagaimana hewan-hewan ini,” dia menunjukkan tombaknya
kepada Fairuz.
Fairuz
menjawab, “Kami telah memilihmu menjadi ipar kami, dan engkau telah memuliakan
kami dari seluruh kaum kami. Jika engkau bukan seorang Nabi maka mustahil kami
mau menjual diri kami untukmu. Apa lagi jika seluruh kenikmatan dunia dan
akhirat kami ada di tanganmu? Maka jangan pernah engkau terima berita tentang
kami seperti apa yang kau dengar, kami akan berbuat apa yang engkau suka!”
Akhirnya al-Aswad senang mendengar itu dan menyuruhnya untuk membagi-bagikan
daging hewan tersebut. Fairuz membagi-bagikan daging tersebut kepada penduduk
Shan’a, kemudian segera kembali menemui al-Aswad. Ternyata dia mendapati
seorang lelaki yang tengah menyarankan pada al-Aswad agar membunuh Fairuz
sementara Fairuz mendengar seluruhnya dengan sembunyi-sembunyi. al-Aswad
berkata, “Aku pasti akan membunuhnya beserta rekan-rekannya besok. Ikutlah
bersamaku besok pagi!”
Kemudian
dia menoleh dan ternyata Fairuz hadir di situ, segera Fairuz menginformasikan
tentang daging-daging yang telah dibagikannya kepada penduduk Shan’a, kemudian
al-Aswad kembali ke rumahnya dan Fairuz memberitahukan berita yang didengarnya
kepada rekan-rekannya. Mereka sepakat untuk mendatangi istri al-Aswad,
sesampainya di sana salah seorang dari mereka yaitu Fairuz- masuk menemuinya,
wanita itu berkata, “Tidak ada satu rumahpun kecuali dikelilingi oleh penjaga
kecuali rumah ini, maka ketahuilah sesungguhnya punggungnya menghadap ke arah
jalan. Jika hari telah malam bersiap-siaplah untuk menghabisinya tanpa
sepengetahuan penjaga. Tidak ada jalan kecuali harus membunuhnya, dan aku akan
meletakkan di dalam rumah lampu dan senjata.”
Tatkala
Fairuz keluar rumah dia berpapasan dengan al-Aswad dalam keadaan murka padanya
dan berkata, “Beraninya engkau masuk menemui istriku?” Sambil memukul
kepalanya, sebagaimana diketahui bahwa al-Aswad terkenal déngan kekejamannya.
Tiba-tiba istrinya itu menjerit dan membuat al-Aswad terkejut, andaikata tidak
demikian niscaya dia akan membunuh Fairuz. Istrinya berteriak, “Dia sepupuku,
sedang datang mengunjungiku!” Al-Aswad berkata, “Diamlah! Celaka kamu ini, aku
lepaskan dia karenamu!” Maka Fairuz segera keluar menemui rekan-rekannya dan
memberitakan kabar tersebut. Mereka bingung tidak tahu apa yang harus
dilakukan.
Kemudian
istri al-Aswad mengirim pesan kepada mereka yang isinya, “Jangan ragu terhadap
apa yang telah kalian rencanakan, maka Fairuz masuk menemuinya dan menanyakan
kabar berita yang terjadi. Dan akhirnya mereka masuk ke dalam rumah tersebut
mempersiapkan segalanya untuk memudahkan rencana pembunuhan al-Aswad. Kemudian
dia duduk seolah-olah sedang berkunjung, tiba-tiba al-Aswad masuk dan bertanya,
“Siapa ini?” Istrinya menjawab, “Dia adalah saudaraku satu susuan dan
sepupuku.” Maka al-Aswad membentaknya dan menyuruhnya keluar, segera Fairuz
menemui sahabat-sahabatnya.
Pada
malam hari, mereka memasuki rumah tersebut dan mendapati ada lampu di bawah
piring. Fairuz maju mendekati al-Aswad yang sedang tertidur pulas di atas kasur
yang terbuat dari sutera. Kepalanya tertekuk ke arah badannya dalam keadaan
mabuk sambil mendengkur. Sementara istrinya duduk di sisinya, tatkala Fairuz
berdiri di pintu kamar itu tiba-tiba setan al-Aswad mendudukkannya sambil
berkata seolah-olah Aswad yang sedang berkata, sementara dia masih mendengkur-,
“Ada apa antara aku dan dirimu wahai Fairuz?” Fairuz takut jika dia kembali
dirinya dan wanita itu akan binasa, maka dengan segera dia mencekik al- Aswad.
Lalu Fairuz menarik kepalanya dan memotong lehernya, sambil melipatkan kedua
lututnya ke arah belakang tubuh hingga akhirnya Fairuz berhasil membunuhnya,
segera Fairuz bangkit berdiri akan memberitahukan kepada rekan-rekannya, maka
wanita itu menarik bajunya dan berkata, Bagaimana engkau pergi meninggalkan
keluargamu di sini?” Wanita itu mengira Fairuz belum membunuhnya. Fairuz
menjawab, “Aku keluar untuk memberitahu mereka bahwa dia telah aku bunuh,
mereka langsung masuk bersama-sama dan memenggal kepalanya, namun setannya
berusaha menggerakgerakkan kepalanya, tetapi belum sempurna terbunuh hingga dua
orang dari mereka duduk di atas punggungnya dan wanita itu menjambak rambutnya,
sementara mulutnya masih berkata-kata. Hingga salah seorang dari mereka
memenggal kepalanya, dia menjerit sekuat-kuatnya seolah-olah kerbau yang
disembelih. Akhirnya ia pun mati ditangan Fairuz pada tahun 11 H/632 M Para
pengawal berhamburan ke rumah al-Aswad dan bertanya, “Suara apa itu?” Istrinya
menjawab, “Itu adalah suara Nabi sedang menerima wahyu!” Akhirnya mereka
kembali.
Qais,
Dadzawaih dan Fairuz duduk bermusyawarah bagaimana cara memberitakan kepada
pengikutya tentang terbunuhnya al-Aswad. Akhirnya mereka sepakat untuk
mengumandangkan adzan subuh yang merupakan syi’ar kaum muslimin.
Ketika
pagi datang, maka salah seorang dari mereka yakni Qais berdiri mengumandangkan
adzan, seketika berkumpulah seluruh kaum muslimin dan orang-orang kafir di
sekitar benteng, maka Qais -sebagian mengatakan Wabar bin Yuhannis meneriakkan
kalimat syahadat, “Asyhadu anna Muhammad Rasulullah saw., dan
aku bersaksi bahwa ‘Abhalah (al-Aswad) adalah pendusta!” Sambil melemparkan
kepalanya ke tengah-tengah mereka. Maka bertekuk lututlah seluruh pengikutnya
dan orang-orang sibuk mengejar mereka di setiap jalan sambil menawan mereka,
dengan demikian Islam dan kaum muslimin menang, dan para perwakilan Rasulullah
saw. kembali kepada peker-jaan mereka masing-masing. Sementara ketiga orang
tadi berselisih siapa yang menjadi pemimpin, akhirnya mereka sepakat untuk
mengangkat Mu’adz menjadi imam shalat. Mereka segera menuliskan berita
terbunuhnya al-Aswad kepada Rasulullah saw. padahal beliau telah mendapat
berita hal itu dari Allah pada malam harinya.
Saif bin
Umar at-Tamimi berkata dari Abul Qashim as-Sanawi dari al-Ala’ bin Ziyad, dari
Ibnu Umar dia berkata, “Telah sampai berita kepada Nabi pada malam terbunuhnya
al-‘ Ansi, beliau memberitakan kabar gembira kepada kami, dengan sabdanya,
“Telah terbunuh al-Ansi tadi malam, dia dibunuh oleh seorang yang penuh berkah
dari keturunan yang berkah pula.” Ditanya-kan kepada beliau, “Siapa yang telah
membunuhnya wahai Rasulullah saw.?” Rasul menjawab, “Fairuz, Fairuz telah menang.”
Saif bin Umar meriwayatkan dengan sanadnya dari Fairuz dia berkata, “Kami
membunuh al-Aswad, maka kondisi kota Shan’a kembali normal seperti sediakala.
Kemudian kami mengirim surat kepada Mu’adz bin Jabal dan kami rela dengan
keputusannya, maka ia shalat mengimami kami di Shan’a, dan Demi Allah tidak
lebih tiga hari ia shalat mengimami kami hingga sampailah kepada kami berita
bahwa Rasulullah saw. telah wafat. Dan akhirnya urusan menjadi kacau balau.
Kami banyak mengingkari hal-hal yang sebelumnya telah kami ketahui, seolah bumi
berguncang.
Berita
mengenai al-Ansi telah sampai kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Di akhir bulan
Rabiul Awwal setelah beliau mempersiapkan pasukan Usamah. Ada yang mengatakan
bahwa berita gembira terbunuhnya al-‘Ansi sampai pada pagi hari wafatnya
Rasulullah saw. HI, namun pertdapat yang pertama lebih masyhur, wallahu
a’lam. Intinya, baru pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dicapai
kesepakatan di antara mereka untuk bersatu mengurus kemaslahatan mereka. Abu
Ja’far Ibnu Jarir berkata, “Telah berkata kepadaku Umar bin Syabbah an-
Numairi, dia berkata, aku diberitahu oleh Ali bin Muhammad -yaitu al-Madinidari
Ma’syar dan Yazid bin Iyadh bin Ja’d dengan sanadnya, dan Ghassan bin Abdul
Hamid, dan Juwairiyyah bin Asma, dari guru mereka yang berkata, ‘Abu Bakar
memberangkatkan pasukan Usamah di akhir Rabiul Awwal, sementara berita
terbunuhnya al-Aswad al-‘Ansi baru sampai pada akhir Rabi’ul Awwal setelah
keberangkatan pasukan Usamah, itulah berita kemenangan pertama yang sampai
kepada Abu Bakar ketika beliau berada di Madinah.
d. Penumpasan Thulaihah Bin
Khuwailid
Di zaman Jahiliyyah, dia terkenal
sebagai seorang dukun terkemuka. Banyak didatangi dan dimintakan nasehat.
Profesinya sebagai dukun, telah mengangkat figur dan ketokohan Thulaihah di
tengah masyarakat pada saat itu. Maklum, saat itu masyarakat Jahiliyyah senang
dengan ramalan-ramalan dukun dan tukang sihir. Sebagai posisi Thulaihah begitu
kuat di mata masyarakat.
Ketika Islam diturunkan ke jazirah Arab, dan Rasul SAW mulai menjalankan dakwahnya, popularitas Thulaihah mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan oleh ketegasan ajaran Islam yang melarang umatnya untuk konsultasi dan menggantungkan harapan nasib pada dukun. Konsultasi pada dukun merupakan bagian dari perilaku kemusyrikan, yang jika terbawa mati, maka dosa itu tidak akan diampuni.
Turunnya popularitas Thulaihah menimbulkan bara dendam di hatinya, karena kondisi tersebut menjadikan ia kembali menjadi rakyat biasa. Kedatangan dakwah Muhammad SAW telah mengakibatkan "bisnis perdukunannya" mengalami penurunan dariastis. Singkat cerita, begitu mendengar Rasul SAW sakit, Thulaihah seperti mendapat angin segar. Ia menemukan peluang. Peluang untuk mengembalikan kejayaan dan ketokohannya, persis seperti pada zaman sebelum Rasul SAW.
Akhirnya, ketika Rasul SAW wafat, maka kesempatan tersebut ia manfaatkan dengan mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi baru. Apa isu yang dibawa oleh Thulaihah sebagai Nabi baru pada saat itu? Ia pun memulai dengan ajaran baru tentang shalat. Thulaihah mengatakan bahwa dalam sholat, manusia tidak pantas untuk melakukan sujud. Kata Thulaihah, kepala dan wajah tidak diciptakan oleh Tuhan untuk dihinakan dengan mencium bumi lima kali sehari. Thulaihah pun menghapuskan kewajiban bayar zakat pada orang-orang kaya. Pernyataannya ini mendapat sambutan sbagian masyarakat. Yang mendukung Thulaihah antara lain orang-orang kaya yang lemah imannya dari suku al-asadi dan Ghathafan. Ajarannya lalu menyebar, kabilah-kabilah di sekitar Madinah pun banyak yang mulai terpengaruh oleh ajaran sesat Thulaihah.
Merasa mendapat dukungan yang cukup dari sebagian masyarakat, Thulaihah pun nekat berangkat ke Madinah untuk menemui Abu Bakar ra. Thulaihah meminta Abu Bakar untuk mengakuinya sebagai Nabi dan mengajaknya untuk hidup berdampingan secara damai. Thulaihah merasa bhw ajarannya ini, meski berbeda dengan ajaran Rasul SAW, layak diberikan ksempatan untuk berkembang. Thulaihah sangat percaya diri dengan jumlah massa di belakangnya yang dianggap olehnya berjumlah cukup besar.
Setelah menemui Abu Bakar, dan menyampaikan pernyataannya sebagai Nabi sekaligus menghapus kwajiban zakat, Thulaihah pun kembali. Setelah Thulaihah pulang, malam itu juga Khalifah Abu Bakar mengundang sejumlah sahabat untuk bermusyawarah tentang langkah yang akan diambil. Pembicaraan Abu Bakar dengan para sahabat sangat serius. Ada yang mengusulkan supaya khalifah bersikap lunak sampai pasukan Usamah datang. Saat itu pasukan Usamah bin Zaid dikirim untuk memerangi pasukan Romawi. Namun Abu Bakar mengambil langkah tegas. Meski sudah tua, Abu Bakar memutuskan untuk memerangi Thulaihah. Syariat Islam tidak boleh dinodai. Komentar terkenal Abu Bakar yang terekam dalam sejarah adalah: “Demi Allah, aku akan perangi orang-orang yang memisahkan shalat&zakat”.
Akhirnya, malam itu juga Abu Bakar memutuskan untuk memberangkat pasukan yang langsung ia komandoi. Para sahabat lain meminta Abu Bakar tetap tinggal di Madinah, tapi ditolaknya. Ia bersikeras memimpin langsung pasukan tersebut. Pada saat itu, rombongan pasukan Thulaihah masih berada di perbatasan Madinah. Mereka terkejut ketika melihat pasukan Abu Bakar. Pasukan Thulaihah pun kocar- kacir mendapat serangan pasukan Abu Bakar. Bahkan sebagian mereka melarikan diri ke Bani Ghathafan. Namun demikian, Thulaihah berhasil melarikan diri ke Syria, di bawah perlindungan Ghassani. Inilah kemenangan pertama pasukan Abu Bakar dalam sejarah, yang membuat sebagian kabilah yang ingin murtad, untuk mengurungkan niatnya. Abu Bakar pun memerintahkan Khalid bin Walid untuk menyisir dan melumpuhkan sisa-sisa kekuatan pasukan Thulaihah. Dengan kepiawaiannya, Khalid bin Walid akhirnya mampu melumpuhkan kantong-kantong kekuatan Thulaihah. Yang menarik, meski Abu Bakar mengambil tindakan tegas, namun kelembutan tetap beliau tunjukkan terhadap para tawanan, pengikut Thulaihah. Kelembutan beliau membuat Uyainah bin Hishan, seorang tokoh utama suku Ghathafan, tangan kanan Thulaihah, sadar dan masuk Islam. Abu Bakar pun tak henti-hentinya menyerukan Thulaihah dan para pendukungnya yang tersisa untuk bertobat dan kembali pada Islam. Dengan penuh kelembutan dan kasih sayangnya, akhirnya Thulaihah pun sadar dan bertobat, di akhir masa pemerintahan Abu Bakar. Kesadaran dan tobatnya Thulaihah ia tunjukkan dengan sejumlah langkah nyata. Antara lain, ia sempat melakukan ibadah haji dan umroh sebelum Abu Bakar wafat Thulaihah. Kemudian Thulaihah pun aktif berperang di zaman Umar bin Khattab menjadi khalifah. Ia menjadi prajurit Islam yang tangguh. Sejarah mencatat, kiprah Thulaihah berujung dengan syahidnya beliau di Perang Nahawand di Persia pada tahun 21 H/642 M, di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash.
Ketika Islam diturunkan ke jazirah Arab, dan Rasul SAW mulai menjalankan dakwahnya, popularitas Thulaihah mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan oleh ketegasan ajaran Islam yang melarang umatnya untuk konsultasi dan menggantungkan harapan nasib pada dukun. Konsultasi pada dukun merupakan bagian dari perilaku kemusyrikan, yang jika terbawa mati, maka dosa itu tidak akan diampuni.
Turunnya popularitas Thulaihah menimbulkan bara dendam di hatinya, karena kondisi tersebut menjadikan ia kembali menjadi rakyat biasa. Kedatangan dakwah Muhammad SAW telah mengakibatkan "bisnis perdukunannya" mengalami penurunan dariastis. Singkat cerita, begitu mendengar Rasul SAW sakit, Thulaihah seperti mendapat angin segar. Ia menemukan peluang. Peluang untuk mengembalikan kejayaan dan ketokohannya, persis seperti pada zaman sebelum Rasul SAW.
Akhirnya, ketika Rasul SAW wafat, maka kesempatan tersebut ia manfaatkan dengan mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi baru. Apa isu yang dibawa oleh Thulaihah sebagai Nabi baru pada saat itu? Ia pun memulai dengan ajaran baru tentang shalat. Thulaihah mengatakan bahwa dalam sholat, manusia tidak pantas untuk melakukan sujud. Kata Thulaihah, kepala dan wajah tidak diciptakan oleh Tuhan untuk dihinakan dengan mencium bumi lima kali sehari. Thulaihah pun menghapuskan kewajiban bayar zakat pada orang-orang kaya. Pernyataannya ini mendapat sambutan sbagian masyarakat. Yang mendukung Thulaihah antara lain orang-orang kaya yang lemah imannya dari suku al-asadi dan Ghathafan. Ajarannya lalu menyebar, kabilah-kabilah di sekitar Madinah pun banyak yang mulai terpengaruh oleh ajaran sesat Thulaihah.
Merasa mendapat dukungan yang cukup dari sebagian masyarakat, Thulaihah pun nekat berangkat ke Madinah untuk menemui Abu Bakar ra. Thulaihah meminta Abu Bakar untuk mengakuinya sebagai Nabi dan mengajaknya untuk hidup berdampingan secara damai. Thulaihah merasa bhw ajarannya ini, meski berbeda dengan ajaran Rasul SAW, layak diberikan ksempatan untuk berkembang. Thulaihah sangat percaya diri dengan jumlah massa di belakangnya yang dianggap olehnya berjumlah cukup besar.
Setelah menemui Abu Bakar, dan menyampaikan pernyataannya sebagai Nabi sekaligus menghapus kwajiban zakat, Thulaihah pun kembali. Setelah Thulaihah pulang, malam itu juga Khalifah Abu Bakar mengundang sejumlah sahabat untuk bermusyawarah tentang langkah yang akan diambil. Pembicaraan Abu Bakar dengan para sahabat sangat serius. Ada yang mengusulkan supaya khalifah bersikap lunak sampai pasukan Usamah datang. Saat itu pasukan Usamah bin Zaid dikirim untuk memerangi pasukan Romawi. Namun Abu Bakar mengambil langkah tegas. Meski sudah tua, Abu Bakar memutuskan untuk memerangi Thulaihah. Syariat Islam tidak boleh dinodai. Komentar terkenal Abu Bakar yang terekam dalam sejarah adalah: “Demi Allah, aku akan perangi orang-orang yang memisahkan shalat&zakat”.
Akhirnya, malam itu juga Abu Bakar memutuskan untuk memberangkat pasukan yang langsung ia komandoi. Para sahabat lain meminta Abu Bakar tetap tinggal di Madinah, tapi ditolaknya. Ia bersikeras memimpin langsung pasukan tersebut. Pada saat itu, rombongan pasukan Thulaihah masih berada di perbatasan Madinah. Mereka terkejut ketika melihat pasukan Abu Bakar. Pasukan Thulaihah pun kocar- kacir mendapat serangan pasukan Abu Bakar. Bahkan sebagian mereka melarikan diri ke Bani Ghathafan. Namun demikian, Thulaihah berhasil melarikan diri ke Syria, di bawah perlindungan Ghassani. Inilah kemenangan pertama pasukan Abu Bakar dalam sejarah, yang membuat sebagian kabilah yang ingin murtad, untuk mengurungkan niatnya. Abu Bakar pun memerintahkan Khalid bin Walid untuk menyisir dan melumpuhkan sisa-sisa kekuatan pasukan Thulaihah. Dengan kepiawaiannya, Khalid bin Walid akhirnya mampu melumpuhkan kantong-kantong kekuatan Thulaihah. Yang menarik, meski Abu Bakar mengambil tindakan tegas, namun kelembutan tetap beliau tunjukkan terhadap para tawanan, pengikut Thulaihah. Kelembutan beliau membuat Uyainah bin Hishan, seorang tokoh utama suku Ghathafan, tangan kanan Thulaihah, sadar dan masuk Islam. Abu Bakar pun tak henti-hentinya menyerukan Thulaihah dan para pendukungnya yang tersisa untuk bertobat dan kembali pada Islam. Dengan penuh kelembutan dan kasih sayangnya, akhirnya Thulaihah pun sadar dan bertobat, di akhir masa pemerintahan Abu Bakar. Kesadaran dan tobatnya Thulaihah ia tunjukkan dengan sejumlah langkah nyata. Antara lain, ia sempat melakukan ibadah haji dan umroh sebelum Abu Bakar wafat Thulaihah. Kemudian Thulaihah pun aktif berperang di zaman Umar bin Khattab menjadi khalifah. Ia menjadi prajurit Islam yang tangguh. Sejarah mencatat, kiprah Thulaihah berujung dengan syahidnya beliau di Perang Nahawand di Persia pada tahun 21 H/642 M, di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash.
Obat Penggugur Kandungan
BalasHapusObat Penggugur Kandungan Terbaik
Obat Penggugur Kandungan murah
Obat Penggugur Kandungan Cikarang
Jual Obat Penggugur Kandungan
Jual Obat Penggugur Kandungan Cikarang
Obat Aborsi
Obat Aborsi asli
Jual Obat Aborsi
Jual Obat Aborsi Asli
Jual Obat Aborsi Cikarang
Obat Aborsi Cikarang
Obat Telat Bulan
Obat Telat Bulan terbaik
Obat Telat Datang Bulan
Obat Telat Bulan Cikarang
Penggugur Kandungan termanjur
Obat Aborsi Termanjur