Halaman 13
No.
|
Kasus
|
Hak yang dilanggar
|
Penyebab
|
Penyelesaian
|
1.
|
Peristiwa Pembunuhan Massal 1965.
|
Hak untuk hidup.
|
Tragedi Kemanusiaan ini berawal dari konflik internal dalam tubuh
Angkatan Darat yang muncul sebagai akibat kesenjangan perikehidupan antara
tentara prajurit dengan tentara perwira.
|
Dengan cara rekonsiliasi. Yaitu perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula atau perbuatan
menyelesaikan perbedaan.
|
2.
|
Peristiwa
Tanjung Priok.
|
Hak untuk hidup. Dalam peristiwa ini terjadi pelanggaran HAM dimana ratusan korban
meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
|
Berawal dari
masalah SARA dan unsur politis.
|
Solusi
Penyelesaian Karena peristiwa Tanjung Priok merupakan pelanggaran HAM yang
bersifat berat, maka penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, dan
menjatuhkan pidana kepada pihak yang bersalah. Serta mempertegas peraturan
mengenai SARA dan unsur – unsur lain agar lebih dihormati.
|
3.
|
Tragedi
Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998
|
Hak untuk hidup dan mengemukakan pendapat. 7 orang tewas dan 16 orang luka –
luka akibat dipukuli, diinjak, dan ditembak brutal oleh polisi.
|
Penyebab terjadinya tragedi trisakti adalah mahasiswa yang ingin Soeharto
turun dari jabatannya karena di anggap tidak mampu untuk mengatasi
krisis ekonomi di Indonesia.
|
Solusi
Penyelesaian Karena Tragedi Trisakti terjadi karena
penembakan oleh polisi, kasus ini penyelesaiannya melalui pengadilan militer.
Dan mempertegas peraturan mengenai hak kebebasan berpendapat dan hak – hak
lain agar lebih dihormati.
|
4.
|
Peristiwa
Penembakan Buruh PT. FREEPORT.
|
Hak untuk hidup. 1 orang tewas dan 6 orang luka – luka.
|
terjadi
karena mogok kerja yang dilakukan ribuan buruh / karyawan untuk menutup
freeport karena manajemen tidak mau berunding.
|
Solusi
Penyelesaian Yaitu pertanggung jawaban dari PT.
FREEPORT terhadap para korban. Dan menegaskan peraturan mengenai tindakan
kekerasan dalam penyelesaian suatu konflik sehingga tidak terjadi lagi.
|
5.
|
Peristiwa
Pembunuhan TKW Marsinah.
|
Hak untuk hidup. tewas dibunuh setelah diculik, dianiaya, dan dibunuh.
|
Solusi
Penyelesaian Yaitu mengadili pelaku pembunuhan
dengan hukum pidana yang sesuai peraturan yang berlaku. Memberikan hak – hak
dan jaminan keselamatan kerja kepada para tenaga kerja. Dan mempertegas
peraturan mengenai keamanan ketenaga kerjaan.
|
|
6.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No.
|
Lingkungan
|
Contoh pelanggaran HAM
|
1.
|
Keluarga
|
a.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Halaman 16
No.
|
Nama Lembaga
|
Tugas dan Fungsi
|
|
1.
|
Komnas Perlindungan Anak Indonesia
|
Tugas :
1.
Melaksanakan mandate/kebijakan
yang ditetapkan oleh Forum Nasional Perlindungan Anak.
2.
Menjabarkan Agenda Perlindungan
Anak dalam Program Tahunan.
3.
Membentuk dan memperkuat jaringan
kerjasama dalam upaya perlindungan anak, baik dengan LSM, masyarakat madani,
instansi pemerintah, maupun lembaga internasional, pemerintah dan
non-pemerintah.
4.
Menggali sumber daya dan dana yang
dapat membantu peningkatan upaya perlindungan anak; serta.
5.
Melaksanakan administrasi
perkantoran dan kepegawaian untuk menunjang kinerja Lembaga Perlindungan Anak.
Fungsi :
1.
Melakukan
pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap pelanggaran hak anak.
2.
Melakukan
kajian hukum dan kebijakan regional dan nasional yang tidak memihak pada
kepentingan terbaik anak.
3.
Memberikan
penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka mengintegrasikan
hak-hak anak dalam setiap kebjijakan.
4.
Memberikan
pendapat dan laporan independen tentang hukum dan kebijakan berkaitan dengan
anak.
5.
Menyebasluaskan,
publikasi dan sosialisasi tentang hak-hak anak dan situasi anak di Indonesia.
6.
Menyampaikan
pendapat dan usulan tentang pemantauan pemajuan dan kemajuan, dan
perlindungan hak anak kepada parlemen, pemerintah dan lembaga terkait.
7.
Mempunyai
mandat untuk membuat laporan alternatif kemajuan perlindungan anak di tingkat
nasional.
8.
Melakukan
perlindungan khusus.
|
|
2.
|
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan
|
Tugas dan Wewenang Komnas Perempuan adalah :
1.
Menjadi
pusat sumber (informasi) tentang hak asasi perempuan sebagai HAM dan
kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM.
2.
Menjadi
negoisator dan mediator antara pemerintah dan komunitas korban dan komunitas
pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan kepentingan korban.
3.
Menjadi
inisiator perubahan serta perumusan kebijakan, termasuk perangkat dan sistem
hukum serta sistem dan kapasitas penanganan / pelayanan bagi korban yang
memberi perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak perempuan.
4.
Menjadi
pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM, berbasis jender secara berkala
dengan bekerja sama dengan institusi-institusi HAM lainnya.
5.
Menjadi
fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional
dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas
penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Fungsi :
1.
Meningkatkan pencegahan kekerasan
terhadap perempuan.
2.
Meningkatkan kesadaran
publik untuk pemenuhan tanggung jawab negara dalam
bentuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
|
|
3.
|
Komite Nasional Perlindungan Konsumen dan Pelaku
Usaha
|
Fungsi :
Menurut UU No 8 Th 1999 Fungsi Komite
Nasional Perlindungan Konsumen & Pelaku Usaha ialah melindungi empat ( 4
) kepentingan stakholdeers dalam kegiatan ekonomi. Yaitu Kepentingan
konsumen, pelaku usaha, pemerintah/birokras, dan kepentingan
nasional/kepentingan public.
Tugas :
1.
Menyebarluaskan informasi kepada
konsumen.
2.
Memberi nasihat kepada konsumen.
3.
Bekerjasa dengan Instansi di
bidang konsumsi.
4.
Mengawasi barang & jasa
bersama dengan pemerintah.
5.
Melaksanakan hak gugat &
gugatan kelompok.
|
|
4.
|
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional
(KKRN)
|
Tugas :
1.
Membentuk KKR Propinsi.
2.
Menerbitkan buku
putih (visi, misi, program kerja) dan segera
mensosialisasikannya.
3.
menerima laporan dan
melakukan inventarisasi semua kejadian pelanggaran HAM.
4.
Menyusun skala
prioritas penanganan kasus pelanggaran HAM berat.
5.
Merumuskan kompensasi dan
rehabilitasi terhadap korban.
6.
Merumuskan upaya
rekonsiliasi yg kondusif dan berkesinambungan.
7.
Melakukan prediksi
ke depan akan kemungkinan terjadinya konflik di masyarakat yg mengarah
pada pelanggaran HAM dan upaya pencegahannya.
Fungsi KKRN:
1.
Membantu pemerintah
mengungkap hal terjadinya konflik dan kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM.
2.
Membantu pemerintah
membangun rekonsiliasi di masyarakat, baik secara sosial-horizontal maupun
struktural-vertikal.
|
Halaman 23
No.
|
Contoh Perilaku
|
Kegiatan
|
Alasan
|
Akibat
|
1.
|
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
|
Selalu
|
Setiap orang bebas berpendapat.
|
Hubungan pertemanan akan semakin erat dan
suasana akan semakin kondusif.
|
2.
|
Bertutur kata yang sopan kepada orang lain.
|
Selalu
|
Semua orang ingin dihargai dengan baik.
|
Kita bisa dihargai orang lain dengan baik,
dan tidak sewenang-wenang dengan kita.
|
3.
|
Senyum dan mengucapkan salam ketika bertemu
dengan teman dan guru.
|
Selalu
|
Senyum merupakan sedekah yang paling mudah
untuk dilaksanakan.
|
Banyak teman dan dapat dikenal dengan guru,
karena murah senyum.
|
4.
|
Memberi sedekah kepada pengemis
|
Pernah
|
Karena semua pengemis belum tentu mereka
miskin, dan mereka juga banyak yang masih bisa bekerja.
|
|
5.
|
Menengok teman yang sakit.
|
Pernah
|
|
|
6.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Halaman 24 dan
25
Halaman 25 UK
1. Pelanggaran HAM adalah pelanggaran atau
pelalaian terhadap kewajiban hak asasi yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang kepada orang lain.
2. Faktor
Internal
Yakni dorongan untuk melakukan pelanggaran HAM
yang berasal dari diri pelaku pelanggar HAM, seperti diantaranya :
a.
Sikap egois alias terlalu mementingkan dirinya sendiri.
b.
Rendahnya kesadaran HAM.
c.
Sikap tidak toleran.
Faktor Eksternal
Yakni faktor dari luar diri manusia yang mendorong seseorang arau
kelompok orang melakukan pelanggaran HAM, diantaranya :
a. Penyalahgunaan kekuasaan.
b. Ketidaktegasan aparat penegak hukum.
c. Penyalahgunaan teknologi.
d. Kesenjangan sosial dan ekonomi yang
tinggi.
3. 3 Contoh kasus pelanggaran HAM berat :
a. Penembakan misterius (Petrus)
sepanjang 1982-1985.
b. Peristiwa Tanjung Priok.
c. Penembakan Mahasiswa Trisakti.
4.
Penegakan HAM di Indonesia itu penting Karena pada saat
ini, sudah banyak orang yang tak mau lagi untuk menghargai Hak Manusia yang
lainnya dan semakin maraknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di mana-mana. Sehingga,
Penegakan HAM Penting dilakukan di Indonesia karena dengan ditegakannya HAM,
maka ini merupakan bentuk dari tindakan preventif terhadap banyaknya penyimpangan
segala bentuk norma yang berlaku di dalam masyarakat seperti halnya norma
hukum, norma moral, norma agama dan norma sosial serta dengan banyak
penyimpangan atau pelanggaran HAM yang lain. Apabila HAM telah ditegakkan
dengan benar, maka cita-cita untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang
lebih damai, tenteram, adil dan sejahtera bisa secepatnya tercapai dan
terlaksana.
5. Upaya pemerintah dalam menegakkan HAM adalah
dengan membentuk :
ü Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
ü Produk hukum yang mengatur mengenai HAM. Adapun pembentukkan produk hokum dibentuk dari
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ketentuan MPR, Piagam
HAM 1998, dan meratifikasi instrumen HAM internasional.
ü Pengadilan HAM.
6. Cara saya untuk berpartisipasi dalam
menegakkan HAM adalah dengan menegakkan norma yang mencerminkan keadilan dan perlindungan hak warga negara
masyarakat, dan
menghindari tindakan eigenrichting (main hakim
sendiri) dalam masyarakat sehingga tercipta kepastian hokum.
7.
Bab 2
Halaman 35
Negara yang berbatasan dengan daratan Indonesia
|
Negara yang berbatasan dengan lutan Indonesia
|
Indonesia-Malaysia
Pelanggaran perbatasan nagara Indonesia dengan negara
tetangganya sering banyak dilanggar oleh Malaysia. Ini terbukti dengan adanya
pelanggaran perbatasan wilayah negara yang masih terus dilakukan oleh negara
tetangga. Malaysia lah yang paling sering melakukan pelanggaran batas wilayah
RI. Pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik
batas wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro
Tengah, Utara Gunung Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu
Sibau, serta Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah
perbatasan darat juga dilakukan oleh para pelintas batas yang tidak memiliki
dokumen yang sah. Permasalahan lain antar kedua negara ini adalah masalah
pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis
batas darat kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai
tanggal 27 oktober 1969 yang diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969
tanggal 5 November 1969/ LN No.54 dengan nama perjanjian Agreement between
the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia
Relating to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two
Countries. (Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara).
Indonesia-Papua Nugini
Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas
wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur
yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi
masalah kompleks di kemudian hari.
Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada
diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa
Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan
masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan
kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang
menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan
pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah
yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian
hari.
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka,
menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara
tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor
Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
|
Perbatasan Indonesia-Singapura
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan. Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Malaysia
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
Perbatasan Indonesia-Filipina
Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.
Perbatasan Indonesia-Australia
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
Perbatasan Indonesia-Papua Nugini
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
Perbatasan Indonesia-Vietnam
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.
Perbatasan Indonesia-India
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.
Perbatasan Indonesia-Thailand
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
Perbatasan Indonesia-Republik Palau
Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.
Perbatasan Indonesia-Timor Leste
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari. |
No.
|
Permasalahan
|
Negara lain yang terlibat
|
Penyelesaian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Halaman 47
No.
|
Ciri-ciri kemerdekaan beragama
|
Penjelasan
|
1.
|
Kebebasan Memeluk Agama.
|
“Setiap orang bebas memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.” (Pasal
22 ayat 1 UU no 39 tahun 1999). Pasal tersebut menjelaskan bahwa
kemerdekaan beragama terjadi ketika setiap orang bebas dan tanpa halangan /
ancaman dari orang lain untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaan
masing-masing.
|
2.
|
Negara Menjamin Kemerdekaan
Warganya untuk Beribadah.
|
“Negara menjamin kemerdekaan
setiap orang memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.” (Pasal 22 ayat 2 UU no 39 tahun 1999). Pasal tersebut menjelaskan bahwa Negara harus menjamin
warganya untuk tetap aman dalam melaksanakan ibadah sesuai agamanya
masing-masing tanpa ada paksaan atau pelarangan dari orang lain.
|
3.
|
Kebebasan untuk menetapkan agama
atas pilihan sendiri.
|
“Setiap orang berhak
atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan
untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan
kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di
tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam
kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.” (Pasal 18 ayat 1
UU no 12 tahun 2005). Pasal inimenjelaskan bahwa setiap orang berhak menetapkann
agamanya sendiri atau pemikirannya sendiri dan kebebasan untuk beribadah di
tempat umum maupun tertutup.
|
4.
|
Tanpa paksaan dalam menganut agama
/ kepercayaan
|
“Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga
terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau
kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.” (Pasal 18 ayat 2 UU no 12 tahun
2005). Pasal
ini menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memaksa seseorang
sehingga kegiatan beribadah orang itu trganggu.
|
5.
|
Hanya ketentuan hukum yang
bisa membatasi seseorang dalam menentukan agama / kepercayaan.
|
“Kebebasan
menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat
dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk
melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau
hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.” (Pasal 18 ayat 3 UU no 12 tahun 2005). Pasal ini menjelaskan bahwa yang dapat
membatasi seseorang untuk menjalankan dan atau menentukan agama adalah hukum.
Jadi, selain hukum , tidak ada yang bisa memaksakan kehendak orang lain untuk
menjalankan dan menentukan agama / kepercayaan.
|
6.
|
Pendidikan agama harus sesuai
dengan keyakinan masing-masing individu.
|
“Negara Pihak dalam
Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila
diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan
moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.” (Pasal 18 ayat 4 UU no 12 tahun 2005).
Pasal ini mejelaskan
bahwa Negara peserta konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik
ini harus menghormati kebebasan orang tua untuk memastikan kesesuaian antara
pendidikan agama dengan agama yang dianut.
|
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar